Thursday, January 15, 2009

PARTAI BERBASIS ISLAM DI NEGARA SEKULER

E-mail Cetak PDF
Indeks Artikel
PARTAI BERBASIS ISLAM DI NEGARA SEKULER
Sekularisme Turki
Pasang Surut Islam Politik
Kebangkitan dan Prospek Islam Politik
Penutup
BAHAN BACAAN
Semua Halaman
Pendahuluan

Sungguh mengejutkan, pemilihan umum (Pemilu) parlemen Turki pada tanggal 22 Juli 2007 lalu, dimenangkan oleh Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP). Sebuah partai politik yang disebut-sebut sebagai partai yang membawa misi Islam. Padahal Turki adalah sebuah negara yang telah melakukan pengekangan terhadap Islam sejak diproklamirkannya Turki sebagai negara sekuler oleh Mustafa Kemal[1] pada tahun 1923 M. Kemenangan yang signifikan, dimana pada Pemilu ke-16 itu, Justice and Development Party atau Partai Keadilan dan Pembangunan ini mampu meraih suara mencapai 46.66 persen.

Fenomena Islam politik di Turki menjadi menarik karena selalu mengalami pasang surut. Setiap kemenangan partai politik berbasis Islam, selalu diikuti dengan upaya kudeta militer dan pembubaran partai politik. Terakhir, adalah upaya kalangan sekuler untuk membubarkan AKP hanya karena mencabut larangan berjilbab di perguruan tinggi.[2] Pada tanggal 10 Februari 2008, parlemen Turki mengesahkan pencabutan larangan berjilbab bagi para mahasiswi. Akibatnya, AKP berhadapan dengan sidang pengadilan Mahkamah Tinggi Konstitusi, meskipun pada akhirnya AKP terbebas dari tuduhan. Inilah menjadi titik awal dari bangkitnya kembali Islam politik pasca runtuhnya Khilafah Islamiyah yang digantikan dengan system pemerintahan sekuler.

Sebuah kebangkitan politik yang tidak hanya mencengangkan negara-negara berpenduduk muslim, akan tetapi bagi Barat yang senantiasa mendukung gerakan modernisasi Turki. Islam politik mampu menggeliat di tengah kuatnya hegemoni sekularisme Kemalian. Padahal sekularisme gagasan Attaturk ini benar-benar telah membatasi aktifitas keagamaan rakyat Turki hingga ke simbol-simbolnya. Dimana, simbol-simbol Islam diminimalisir dari kehidupan publik. Perhatikan saja bagaimana kalangan sekuler secara sistematis mengahalau bangkitnya kembali sisa-sisa kekuatan Islam politik Khilafah Islamiyah.

Pada mulanya Mustafa Kemal hanya menginginkan kebebasan negerinya dari campur tangan asing (imperialisme). Tetapi, perjuangannya justeru berubah menjadi penentangan terhadap kekuasaan Khalifah hingga runtuhnya Khilafah Islamiyah yang telah berusia sekitar 1.342 tahun itu. Apabila ditelusuri, pilihan menjadi negara sekuler, tidak lepas dari beberapa persyaratan yang diajukan oleh Inggris untuk menarik pasukannya dari Turki. Saat itu, Inggris selaku imperialis akan menarik pasukannya dan mengakui kemerdekaan Turki apabila gerakan perjuangan kemerdekaan Turki mau melaksanakan syarat-syarat yang diajukan oleh Inggris. Syarat-syarat itu adalah Pertama, Turki harus menghancurkan Khilafah Islamiyah, mengusir Khalifah dari Turki, dan menyita harta bendanya. Kedua, Turki harus berjanji untuk menumpas setiap gerakan yang akan mendukung Khilafah. Ketiga, Turki harus memutuskan hubungannya dengan Islam. Keempat, Turki harus memilih konstitusi sekuler, sebagai pengganti dari konstitusi yang bersumber dari hukum-hukum Islam.

Mustafa Kemal selaku pimpinan perundingan kemudian menjalankan syarat-syarat tersebut, dan negara-negara penjajah pun akhirnya menarik diri dari wilayah Turki. Beberapa bulan setelah penghancuran Khilafah Islamiyah, maka pada tanggal 24 Juli 1924 M, kemerdekaan Turki secara resmi diakui oleh Inggris melalui penandatanganan Traktat Lausanne. Sebuah negara yang beralih sistem dari Khilafah Islamiyah pada zaman Dinasti Utsmaniyah menjadi negara sekuler hingga sekarang. Jadi, komitmen Attaturk untuk mendirikan Turki sebagai negara sekuler merupakan pengaruh besar dari tekanan asing. Selain itu, tentunya Mustafa Kemal memiliki hasrat pribadi untuk berkuasa. Akan tetapi, karena dirinya bukanlah berasal dari keturunan khalifah, maka penting bagi dirinya untuk menjauhkan sistem politik Turki yang Arabis dan monarki itu terlebih dahulu, dan menggantikannya dengan sistem politik yang lebih modern ala Eropa. Berkat kelihaiannya yang disertai dukungan Barat, maka berdirilah Republik Turki Sekuler dan Mustafa Kemal menjadi presiden pertama.

Pasca berdirinya negara sekuler, setiap yang bernuansa Islam dan mengancam sekularisme dijauhkan. Pemerintahan yang berupaya menonjolkan Islam, dikudeta serta partai politik yang berkuasa, dibubarkan. Partai Refah yang sempat memenangkan Pemilu 1995, dibubarkan karena dianggap anti sekuler. Sentimen terhadap Islam muncul akibat ketakutan terhadap runtuhnya sekulerisme. Sebab, kekuatan Islam lah yang menjadi ancaman utama bagi penganut sekulerisme, mengingat presentase penduduk muslim yang mencapai 98 persen.

Oleh karena itu, Ahmet Necdet Sezer ketika menjabat sebagai Presiden Turki (kini mantan presiden) selalu melakukan pembunuhan karakter guna menghalau kekuatan gerakan Islam politik di negerinya. Dalam setiap pidatonya, Sezer kerap menuduh kekuatan Islam sebagai ancaman terhadap sistem sekuler yang telah mapan. Sezer mengklaim penduduknya yang muslim panatik, telah menyusup ke dalam instansi-instansi negara, terutama di bidang pendidikan dan peradilan. Menurutnya, jilbab adalah simbol politik, bahwa semua yang mereka pakai atau mereka bela adalah musuh bagi sistem sekuler. Sezer juga berpendapat bahwa pemerintahan AKP, yang dipimpin Recep Toyyip Erdogan memiliki akar Islam. Menurutnya, Perdana Menteri (PM) Turki inilah yang harus bertanggung jawab atas meningkatnya jumlah dan gerakan kaum Islamiyin di dalam institusi-institusi negara. Necdet Sezer juga menuduh pemerintahan Recep Toyyip Ergogan memiliki agenda Islam yang tersembunyi sejak mulai menjadi Perdana Menteri pertama kalinya tahun 2002.[3]

Kemenangan AKP dalam Pemilu Turki 2007 menunjukkan semakin kuatnya cengkraman partai berbasis Islam. Ini adalah kemenangan kedua setelah AKP memenangkan Pemilu 2002. Dengan demikian AKP yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan adalah partai berbasis Islam yang mengukir prestasi paling gemilang sejak diproklamirkannya negara Turki modern. Padahal, AKP baru didirikan pada bulan Agustus tahun 2001, usia yang sangat belia bagi sebuah partai politik.

Kemenangan AKP menjadi bukti bahwa mayoritas rakyat Turki tidak terpengaruh oleh kampanye kalangan sekuler yang menuduhnya sebagai partai yang membawa misi menghancurkan sekulerisme. Sebelumnya, kaum pendukung sekularisme menuding Perdana Menteri Erdogan hendak merombak paham sekuler Turki dengan ideologi Islam. Namun, tuduhan itu dibantah oleh seorang profesor sosiologi dan pakar pergerakan Islam, Nilufer Gole. Ia mengungkapkan pembelaannya dengan mengatakan bahwa ini bukan Islamisasi, tetapi partai berideologi Islam membaur dengan tradisi demokrasi. Ia merupakan keberhasilan sistem parlemen pluralis Turki dan dapat menjadi contoh evolusi sebuah pergerakan Islam radikal.

Namun apabila dicermati, ideologi dan basis gerakan AKP sesungguhnya berakar dari Refah Partisi atau Welfare Party atau Partai Refah. Partai ini memiliki basis pemilih muslim yang ingin kembali kepada syari’at Islam dan menentang sekulerisme. Akan tetapi, catatan keberhasilan partai-partai politik Islam di Turki belum mampu membawa perubahan yang signifikan. Partai-partai ini selalu mengalami pasang surut. Sebab, kemenangan demi kemenangan yang diraih selalu diikuti dengan pembubaran partai politik. Kecuali kehadiran rezim AKP yang mampu menghabiskan satu periode pemerintahan, memenangkan Pemilu kembali serta lolos dari guncangan manuver politik kalangan sekuler dan tidak dibubarkan sebagaimana partai-partai politik sebelumnya. Inilah wujud dari bangkitnya Islam politik di Turki.


No comments: